Alhamdulillah Sore ini Saya bisa searc sedikit cerita,karna udah beberapahari ini saya tidak mempostkan article dikarnakan ada sedikit pekerjaan yang harus saya selesaikan dulu ,dan alhamdulillah pada kesematan ini sya bisa exsis lagi di MEDSOS bloger..hehehe.dari pada kebanyakan Komentar mending langsung aja yuk.........kita simak kisah inspirasi buat kita semua ,mudah mudahan allah senantiasa memberikan kita hidayah dan mahgfiroh Aamiin ya robbal alaamiin....!!!
SEMOGA pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu
untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya.
Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku
di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab
dan tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu
seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan
salam, sembari berkenalan.
Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti
sudah menikah?”.“Belum ”, jawabku datar.
Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi
“kenapa?”Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena
masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.“Menunggu suami”
jawabnya pendek.Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas
besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari
mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk
bertanya “Mbak kerja di mana?”
Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini
memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini
kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga. “Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi”
jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan
hati.“Kenapa?” tanyaku lagi.Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena
inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada
suami” jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia
hanya tersenyum Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa
menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin
didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama
kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti
bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan
kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya.
Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor,
hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin
hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya
sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia
masuk angin dan kepalanya pusing. Celakanya rasa pusing itu juga menyerang
saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk
minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah !!”. Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30
saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang.
Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya.
Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci.
Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen
untuk tidak memiliki khodimah)? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.
Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi
malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau
menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya
itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi
sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya
disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya. Air mata ini menetes,
air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.” Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya,
membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di
usapnya. “Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan
gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan. Malam
itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta
nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada
saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Setiap kali memberikan hasil jualannya,
ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat
keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah
katanya. Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini
membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan
saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja,
mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan
suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga
wanita sering lupa kodratnya" Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan
bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua,
dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan
saudara-saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti
berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan
suami saya dengan yang lain.” Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah,
apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela
meninggalkan pekerjaan. “Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja
juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu
banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami
kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya,
bolehlah kita santai-santai aja di rumah.
Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya
nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan
sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas
pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan
tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka
hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin
membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya
kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat. “Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis
bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena
itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya.
Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami
saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia? Bagaimana
mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud
dimalam hari? Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata
lembutnya selalu menenangkan hati saya? Bagaimana mungkin dia menghina orang
yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu
orang tersebut belum mempunyai pekerjaan? Bagaimana mungkin seseorang yang
begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah
pekerjaaan ? Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang
membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya.Saya memutuskan berhenti
bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.Saya juga
memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah
suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga
dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati
pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti
itu.
Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada
melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu
baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat
saya begitu bangga pada suami saya. Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak
perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan
masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon
pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya
terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya, bergegas
ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan
sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun
tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu
meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.
Ya Allah….Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat
pelajaran paling berkesan dalam hidupku. Pelajaran yang membuatku menghapus sosok
pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa
ilaaha illallah...Allahu Akbar.
Semoga yang menulis dan yang membagikan kisah ini mendapat faedah serta
diberi pahala yang berlimpah oleh Allah. Ini bisa menjadikan pelajaran
yang berharga bagi semua wanita di dunia untuk menghargai suami dan taat
padanya..
No comments:
Post a Comment